Ilustrasi: Azahra Anisa Asaira Oleh : Harits Fawzi Abdillah |
Sepak bola bagi sebagian besar penduduk Indonesia bukan hanya sekedar olahraga dan hiburan namun juga harga diri daripada klub yang didukungnya. Tidak sedikit juga nyawa melayang dan korban lainnya yang secara tidak langsung disebabkan oleh sepak bola, seperti contohnya kasus Haringga Sirila pria berusia 23 tahun seorang pendukung Persija atau biasa disebut dengan The Jakmania meregang nyawa. Hal itu terjadi akibat ia akan menyaksikan pertandingan klub kebanggannya Persija melawan Persib yang bertempat di Stadion Gelora Bandung Lautan Api. Kemudian yang menjadi kasus besar sehingga nama Indonesia kembali dikenal adalah dengan adanya tragedi Kanjuruhan 2022. Bukan hanya sekedar nama stadion di Kepanjen Malang Jawa Timur markas Arema FC, namun pada malam tanggal 1 Oktober 2022 terjadi sebuah tragedi yang menewaskan 135 orang dan 583 orang lainnya cedera atau luka-luka.
Achmad Maulana Syarif atau biasa dikenal Achmad Maulana, pria 22 tahun kelahiran 2003 di Kabupaten Subang Jawa Barat merupakan seorang pemain sepak bola profesional dari tim Arema F.C. dan timnas U-23 yang berposisi sebagai bek kanan, bek kiri dan bek sayap kanan yang baru-baru ini mendapatkan cedera serius saat berhadapan dengan Bhayangkara F.C. sehingga mengakibatkan dirinya absen hingga akhir musim. Waktu yang tidak sebentar yang mana banyak kesempatan berharga dirinya untuk bisa mengembangkan lagi potensi yang ada, terlebih lagi Timnas U-23 saat ini juga sedang menjalani pertandingan Kualifikasi Piala Asia AFC U-23 di urutan nomor 2 pada klasemen Grup J. Saat mendapatkan cedera pada Jum’at (22/8), Achmad pun tutut mendapatkan perlakuan yang berbeda dari sebagian pendukung Timnas Indonesia yang mana Achmad merupakan aset berharga dari Timnas terlebih lagi pada posisi pertahanan.
Menjadi pro dan kontra
Yang menjadi sorotan pada perlakuan berbeda supporter ini adalah dengan saat salah satu pemain naturalisasi yang merupakan aset berharga Timnas Indonesia juga, Ole Lennard Ter Haar Romenij atau biasa dikenal Ole Romeny. Pria kelahiran Nijmegen Belanda pada 20 Juni 2000 adalah pesepak bola profesional naturalisasi yang kini turut membela timnas Indonesia senior.
Pada saat gelaran acara Piala Presiden 2025, tim yang dibela oleh Ole Romeny dan Marselino Ferdinan yakni Oxford United diundang oleh ketua PSSI Erick Thohir untuk turut memeriahkan acara tersebut. Pada Kamis (10/7) tiba saatnya Oxford United melawan tim dari Indonesia Arema F.C. yang menjadi juara bertahan dari tahun-tahun sebelumnya, awal babak pertama berjalan lancar dan Ole juga berhasil mencetak skor pada menit ke 8 ke gawang Arema. Namun pada menit ke 15 Ole harus ditandu keluar akibat tekel keras dari salah satu pemain Arema yang mana hal ini berdampak ke kedua tim, Oxford kehilangan peran Ole pada pertandingan yang akan datang sedangkan Arema menjadi klub yang dihujat dan dikecam atas kejadian tersebut.
Saat pertandingan berlangsung bahkan beberapa hari setelah pertandingan selesai, suporter Timnas Indonesia tidak ada henti-hentinya untuk turut mengecam salah satu pemain Arema yang tidak hanya menyasar pada pemain individu namun juga klub bahkan juga pendukung Arema yakni Aremania. Perlakuan ini berbeda ketika Achmad Maulana juga mendapati hal serupa namun suporter Timnas seolah menutup mata dengan adanya cedera bahkan menyebabkan absen panggilan Timnas U-23.
Penutup
Dengan demikian seharusnya federasi lebih tegas lagi mengenai perbuatan tidak menyenangkan daripada suporter yang mana telah diatur di hukum nasional Pasal 310 – 315 KUHP mengenai perbuatan tidak menyenangkan, pencemaran nama baik bahkan penghinaan, kemudian lebih spesifik lagi maka perbuatan tersebut telah melanggar Pasal 60 ayat (1), (2) dan (3) tentang Tindakan Diskriminatif serta Pasal 27 dan 28 UU ITE yang mana hujatan dan ujaran kebencian dilakukan melalui media massa. Yang perlu dipertanyakan kembali adalah. Apakah ada sanksi tegas dan implementasi dari federasi untuk tindakan seperti itu?, apakah benar supporter melakukan hal demikian atas dasar rasa nasionalisme? atau ini adalah standar ganda yang berkedok nasionalisme?.
0 Komentar